Keberadaan BRICS memang telah menarik sejumlah negara, termasuk Indonesia. Terbaru, Indonesia saat ini dalam proses bergabung sebagai salah satu negara mitra blok ekonomi BRICS.
BRICS adalah organisasi antarpemerintah yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (South Africa). BRICS bertujuan untuk mendorong perdamaian, keamanan, pembangunan, dan kerja sama.
Blok tersebut kini telah menambahkan mitra 13 negara pada hari Rabu (24/10). Negara-negara yang baru yang bergabung yakni Indonesia, Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam.
“Hal terpenting yang dapat diambil adalah bahwa sekarang ada banyak sekali negara di kawasan yang kita sebut sebagai Global South, negara-negara ekonomi berkembang seperti India, Brasil, Turki, Indonesia banyak negara yang kini ikut ambil bagian,” kata Charles Kupchan, peneliti senior di lembaga pemikir Council of Foreign Relations yang berbasis di Amerika Serikat.
“Mereka melakukan lindung nilai. Suatu hari, mereka berpihak pada Amerika Serikat dan sekutu-sekutu demokratis. Hari berikutnya, mereka berpihak pada Rusia dan China,” katanya soal BRICS, dikutip dari CNA.
“Itulah dunia yang kita tuju, di mana banyak negara di belahan bumi selatan tidak akan bergabung dengan koalisi Rusia-China atau koalisi yang dipimpin AS,” paparnya.
Sementara itu, peneliti terkemuka program studi kebijakan luar negeri di lembaga pemikir Gateway House Rajiv Bhatia melihat ada sinyal yang jelas tentang bagaimana BRICS ingin terus maju dengan pertumbuhannya.
“Mereka berpendapat bahwa ada kebutuhan untuk memiliki kategori baru mitra dialog bagi BRICS,” tambahnya.
Kebangkitan Rusia
KTT tersebut merupakan semacam pesta perkenalan bagi Presiden Rusia Vladimir Putin, yang telah dikucilkan karena invasi negara tersebut ke Ukraina pada tahun 2022, kata Kupchan, yang juga merupakan profesor hubungan internasional di Universitas Georgetown di Washington.
Ia mencatat bahwa lebih dari 30 negara hadir dalam pertemuan tersebut, dengan 20 negara diwakili oleh para pemimpin mereka, termasuk China, Turki, dan India.
“Itu menunjukkan bahwa Vladimir Putin tidak terisolasi di panggung global, begitu pula sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya, yang benar-benar memisahkan Rusia dari ekonomi global,” katanya.
Namun, ia mencatat bahwa Putin tidak mendapat dukungan apa pun terkait perang tersebut.
“Negara-negara kurang lebih menutup mata, bekerja sama dengan Rusia, berunding dengan Rusia, tetapi mereka semua ingin melihat perang ini berakhir dan mengakhiri gangguan pada rantai pasokan yang disebabkan oleh konflik tersebut,” ungkapnya.
Pesan kolektif dari anggota BRICS kepada Rusia adalah bahwa konflik tersebut harus diakhiri, dan jalan ke depan untuk itu adalah bagi negara-negara untuk duduk bersama dan berunding satu sama lain secara konstruktif, kata Bhatia.
Keuntungan Jadi Anggota BRICS
Menurut Bhatia, BRICS muncul sebagai platform bagi pasar-pasar baru dan ekonomi-ekonomi berkembang.
“Mereka menyebut diri mereka sebagai MDC (negara-negara yang lebih maju) utama. Dan di sini, mereka secara khusus berfokus pada perlindungan kepentingan negara-negara berkembang, anggota sejati dari Global South,” katanya.
Di antara manfaat yang ingin dilihat oleh anggota BRICS adalah harga gandum yang lebih rendah yang timbul dari pertukaran gandum internasional baru yang diusulkan oleh Rusia, eksportir gandum terbesar di dunia.
Anggota BRICS termasuk di antara produsen gandum, kacang-kacangan, dan biji minyak terbesar di dunia.
“Mereka menderita akibat kenaikan harga pangan, bahan bakar, dan pupuk,” kata Bhatia.
“Jadi dalam konteks itu, program pertukaran gandum, dan juga langkah-langkah lain untuk meningkatkan produksi pertanian dan perdagangan di bidang pertanian … akan menjadi aspek-aspek penting dari kerja sama ekonomi di negara-negara anggota BRICS.”