China perlahan mulai meninggalkan Rusia. Ini setidaknya terlihat dari aktivitas bank-bank China yang dilaporkan mulai mengurangi aset mereka di Rusia.
Hal ini akibat sanksi terhadap Moskow oleh Barat karena perang besar-besaran Presiden Vladimir Putin ke Ukraina. Serangan telah mempersulit perdagangan antara sekutu ekonomi tersebut.
Laporan pertama kali dimuat media bisnis Rusia Frank Media. Laman itu melaporkan bahwa pada kuartal kedua (Q2) tahun 2024, Bank of China mengurangi asetnya di Rusia sebesar 37%, menjadi 355,9 miliar rubel (Rp 60 triliun).
Bank Industri dan Komersial China misalnya telah memangkas asetnya sebesar 27%, menjadi 462,4 miliar rubel. “Ini terjadi di tengah masalah pembayaran yang memburuk, menurut laporan keuangan mereka,” kata media tersebut dikutip Newsweek, Senin (9/9/2024).
Sebenarnya dua lembaga yang lebih kecil yakni China Construction Bank dan China Agricultural Bank meningkatkan aset mereka di Rusia masing-masing sebesar 27% dan 9%. Namun, Frank Media mengatakan, bank-bank China telah memperlambat pertumbuhan bisnis di Rusia di tengah “kesulitan yang berlarut-larut dengan penyelesaian” antara kedua negara.
Sementara itu, seorang pengacara Rusia yang memberikan dukungan hukum bagi bisnis Rusia di China mengatakan mengatakan kbahwa bank-bank China telah meningkatkan kepatuhan. Mereka menolak memproses lebih banyak pembayaran yang terkait dengan Rusia.
“Kadang-kadang bank-bank Rusia, atas nama klien mereka, terlebih dahulu memeriksa dengan bank-bank Tiongkok apakah pembayaran dapat dilakukan untuk klien atau transaksi tertentu,” kata Pavel Bazhanov, dimuat laman yang sama.
“Namun, pembayaran dalam perdagangan Rusia-China masih dapat dilakukan melalui bank-bank Beijing dan saluran-saluran lain, jika pembayaran tersebut tidak terkait dengan barang atau orang yang dikenai sanksi,” tambahnya.’
Sebelumnya, Putin telah membanggakan tentang melonjaknya perdagangan dengan China. Ini telah membantu menopang ekonomi Rusia yang dihantam oleh sanksi-sanksi yang dipimpin Barat, dengan perdagangan bilateral antara kedua sekutu mencapai rekor tertinggi sejak perang dimulai pada tahun 2022.
Meskipun Putin mungkin telah menggembar-gemborkan peralihan dari sistem keuangan global yang dipimpin Barat, bank-bank China diyakini menjadi semakin waspada dalam berbisnis dengan Rusia. Ini mengambil langkah-langkah untuk menghindari sanksi sekunder AS dan menunda serta menolak pembayaran dari Rusia.
Tahun ini, bank-bank China juga mulai menolak melakukan pembayaran untuk organisasi-organisasi Rusia yang terkena sanksi Barat. Pada bulan Mei, divisi Rusia dari Bank of China berhenti memproses pembayaran yuan dengan bank-bank Rusia yang terkena sanksi oleh AS, sementara Industrial and Commercial Bank of China, China CITIC Bank, dan sebagian besar pemberi pinjaman Beijing lainnya telah melakukan langkah serupa.
Pada bulan Juni, sanksi dijatuhkan terhadap Bursa Moskow. Ini menyebabkan penangguhan penyelesaian perdagangan luar negeri dalam dolar dan euro.
Pada bulan Agustus, media Rusia mengutip pernyataan para pedagang yang mengatakan bahwa 98% bank China menolak transaksi berdenominasi yuan dari Rusia. Para pedagang harus menggunakan perantara, yang mengakibatkan transaksi menjadi lebih mahal karena adanya komisi.