Gara-Gara Amerika, China & Jepang Ambruk Berjamaah

Ilustrasi Mata Uang Asing (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Mata Uang Asing (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Mata uang Asia justru melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah bank sentral AS   The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuannya.

Dilansir dari Refinitiv pada Kamis (19/9/2024) pukul 09:33 WIB, pelemahan mata uang Asia terparah ditempati oleh won Korea Selatan sebesar 1,02%, yen Jepang anjlok 0,77%, ringgit Malaysia terdepresiasi 0,54%, termasuk rupiah Indonesia yang melemah tipis 0,03%.

Sementara indeks dolar AS (DXY) terpantau menguat 0,59% ke angka 101,19.

Performa mata uang Asia yang buruk di pagi hari ini justru terjadi setelah The Fed memutuskan untuk memangkas suku bunganya sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75-5,00% pada Kamis dini hari waktu Indonesia.

Dalam kondisi normal. pemangkasan suku bunga seharusnya berdampak positif ke mata uang negara lain. Pasalnya, investor akan membuang dolar AS dan membeli instrumen berdenominasi lainnya. Kondisi ini bisa berdampak membuat indeks dolar AS melemah.

Pemangkasan suku bunga juga biasanya akan menekan imbal hasil US Treasury dan menguntungkan negara lain.

Indeks dolar menguat 101,139 pada hari ini, Kamis (19/9/2024) dibandingkan 100,596 pada Rabu (18/9/2024). Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun malah naik 3,72%, dibandingkan hari sebelumnya yakni 3,69%.

The Fed dalam keterangannya menjelaskan pemangkasan suku bunga dilakukan karena meyakini inflasi AS sudah bergerak menuju target kisaran mereka di angka 2%. Namun, faktor utama dari pemangkasan sebesar 50 bps adalah tingkat pengangguran AS yang melambung.

“Mengingat kemajuan dalam inflasi dan keseimbangan risiko, Komite memutuskan untuk menurunkan suku bunga sebesar 50 bps,” tulis The Fed dalam website resmi mereka.

Sebagai catatan, Dolar AS awalnya diperdagangkan lebih rendah setelah pengumuman Fed, tetapi menjadi mengalami penguatan setelah Ketua The Fed, Jerome Powell menyelesaikan konferensi persnya.

“Ini adalah pemotongan yang lebih dovish. Ini jelas bukan pemotongan yang hawkish,” kata Vassili Serebriakov, strategi FX & makro di UBS di New York, dikutip dari Reuters.

Selain itu, Powell pun menyampaikan bahwa ia tidak melihat indikasi adanya resesi atau bahkan penurunan ekonomi di depan. Hal ini semakin membuat kuatnya DXY.

“Saya tidak melihat apa pun dalam perekonomian saat ini yang menunjukkan kemungkinan resesi,” kata Powell. “Anda melihat pertumbuhan pada tingkat yang solid, Anda melihat inflasi menurun, dan Anda melihat pasar tenaga kerja yang masih berada pada tingkat yang sangat baik.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*