Kelompok petani di Kecamatan Bahodopi, bersama kawasan industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) mengembangkan konsep pertanian secara terukur. Dengan begitu mereka bisa bertahan di tengah industrialisasi yang pesat di kawasan Morowali.
Seperti diketahui, industrialisasi telah mengubah wajah Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah, dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri dengan adanya hilirisasi.
Sebelum Bahodopi ‘disulap’ menjadi daerah industri, kebutuhan warga masih dapat terpenuhi melalui kebun-kebun sayur yang mereka usahakan secara mandiri. Namun setelah industri masuk, seiring populasi yang juga ikut bertambah, kebun-kebun sayur itu sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi warga.
Alhasil, bahan pangan warga harus bergantung pada sumber pasokan dari wilayah-wilayah luar Morowali. Di antaranya adalah Kendari di Sulawesi Tenggara, atau kota-kota lain di Sulawesi Selatan seperti Enrekang, Palopo, dan Toraja.
Situasi seperti itu memantik gagasan dari kawasan industri IMIP mendorong kemandirian pangan, setidaknya dapat memenuhi kebutuhan pangan bagi warga Bahodopi. Tahun 2021, program kemandirian pangan mulai digarap. Hal itu bertujuan untuk membangun ketahanan pangan di Bahodopi.
Tak hanya itu, alasan lainnya minat warga Bahodopi, khususnya di Desa Le-Le, untuk bidang pertanian mulai menghilang, seiring perkembangan industri ekstraktif di Morowali. Padahal sebelumnya, wilayah ini merupakan salah satu sentra penghasil produk-produk pertanian seperti sayur mayur. Hanya saja, upaya meyakinkan warga setempat untuk kembali konsisten mengolah pertanian menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi IMIP.
Selain membutuhkan waktu dan proses cukup lama, minat warga untuk menjalankan usaha pertanian relatif kecil. Apalagi, lahan-lahan pertanian mulai terdesak oleh kebutuhan ruang huni berupa kos-kosan. Sebanyak 12 desa di Kecamatan Bahodopi termasuk Desa Le-Le saat ini mulai dipadati bangunan indekos, kontrakan, dan lokasi wirausaha warga.
Meski begitu, IMIP tetap melakukan sosialisasi sekaligus berdiskusi bersama para petani, dengan tujuan memotivasi mereka. Dalam proses sosialisasi, IMIP mulai menanamkan nilai positif dan memotivasi warga agar aktif bertani dan mengolah lahan di sekitar tempat tinggalnya.
“Sumber utama bahan makanan belum dapat disediakan secara penuh dari 12 desa yang ada di Kecamatan Bahodopi. Berawal dari dua hal itu, kami lalu mulai mendorong desa untuk membangun ketahanan pangannya,” kata Corporate Social Responsibility (CSR) Manager PT IMIP, Tommy Adi Prayogo dalam keterangan resminya, ditulis Senin (24/8/2024).
Bertahap Menuju Berdaya dengan Pertanian “Presisi”
Dari pemetaan pengembangan potensi yang dimiliki setiap desa di Bahodopi, kawasan industri IMIP menggodok sebuah program kemandirian pangan. Desa Le-Le menjadi pilot project dari program itu dengan alasan kondisi lahan dan SDM yang cukup potensial.
Melalui pembahasan dengan aparatur pemerintah desa, terbentuklah kelompok tani Berkah Mombula binaan CSR IMIP pada Maret 2022. Bersama kelompok tani ini, PT IMIP melakukan pemetaan lahan-lahan pertanian dalam area desa yang potensial untuk dikelola.
Melihat karakteristik tanah dan iklim, utamanya cuaca di Bahodopi, maka diputuskan tanaman hortikultura yang paling memungkinkan untuk dibudidayakan di desa itu.
Sukarno (44), penggerak kelompok tani Berkah Mombula bercerita tentang program kemandirian pangan itu. Di lahan pertanian desa, ia mencoba menerapkan standar pertanian presisi secara terukur mencakup proses produksi, penentuan kualitas benih dan lahan, hingga panen dan penjualannya.
Sukarno mencontohkan, faktor perbedaan temperatur udara mesti diperhatikan dengan cermat saat akan menanam bibit sayur atau buah. Cara yang bisa dilakukan adalah mengatur kandungan unsur hara tanah, penggunaan pupuk organik, dan pengairan yang cukup.
“Pengubahan tingkat unsur hara dari 800 ppm menjadi 1.200 hingga 1.800 ppm, untuk kebutuhan hortikultura,” imbuh dia mencontohkan.
Dengan menerapkan prinsip seperti itulah, konsep pertanian berkelanjutan memungkinkan petani dapat rutin bercocok tanam dengan benar sepanjang tahun dan sepanjang musim.
Sejak program itu pendampingan dari CSR IMIP berjalan, Desa Le-Le kini punya komoditas tani unggulan berupa sawi hijau dan kangkung. Keduanya khusus dibudidayakan oleh kelompok tani Berkah Mombula. Komoditas lain yang juga potensial memberi keuntungan terbesar adalah cabai, bawang merah, dan kol.
Untuk komoditas cabai keriting, dari 2.500 pohon, mereka berhasil memetik 100-200 kilogram dalam sekali panen. Lebih signifikan lagi komoditas tomat. Berdasar rekomendasi bank benih, awalnya satu pohon tomat menghasilkan 2,5 hingga 3 kilogram buah tomat. Namun setelah menerapkan pengolahan pertanian presisi, mereka bisa memanen hingga 15 kilogram.
Program pertanian berkelanjutan kemudian berkembang dengan pembangunan fasilitas balai pertanian oleh IMIP di Desa Le-le. IMIP menyediakan perlengkapan bertani, antara lain kultivator (traktor kecil), dekomposer, pupuk, dan bibit. Sejak diresmikan pada September 2022, balai pertanian digunakan sebagai tempat para petani berkumpul dan berdiskusi tentang inovasi praktik bertani.
Dari aktivitas di balai pertanian tersebut, berkembanglah minat petani lain untuk menghimpun kelompok baru yang dinamakan Suka Maju. Dibandingkan Berkah Mombula, komunitas Suka Maju kini berkembang menjadi 23 petani yang mengolah lahan seluas 12,5 hektare.
Kegiatan pertanian ini kemudian menular ke Desa Dampala, desa lainnya di Kecamatan Bahodopi. Di sana, warga juga membentuk kelompok tani yang diberi nama Bumibantasi. Mereka aktif membudidayakan komoditas hortikultura di lahan seluas dua hektare dari total sembilan hektare.
Sayur kol menjadi komoditas unggulan di kelompok tani itu. Dalam sekali panen, bobot kol yang dihasilkan berkisar 1,8 hingga 2,2 kilogram. Belakangan, berkembang pula komunitas serupa di Desa Makarti Jaya yang dinamakan Kelompok Tani Pomponangi.
Setelah resmi terbentuk pada 26 Maret 2024, mereka juga menjalankan usaha pertanian hortikultura. Sebagai tahap awal, CSR IMIP menyalurkan bantuan untuk pengembangan pertanian hortikultura kepada Pomponangi pada 13 Juli 2024 lalu.
Meski begitu, kendala muncul dari proses pascapanen. Para kelompok tani berharap produk mereka bisa diterima melalui lini purchasing IMIP. Sementara perusahaan berharap produk tersebut bisa menopang kebutuhan warga secara menyeluruh di Bahodopi.
Produk dari Berkah Mombula sendiri sebagian besar dipasarkan untuk konsumsi karyawan di IMIP, dan beberapa tenant lain seperti PT Dexin Steel Indonesia (DSI). Sebagian lagi ditawarkan ke jalur pasar umum Bahodopi.
Bagi Sukarno, usaha pertanian Desa Le-le dan desa lainnya akan berkembang pesat setara usaha kecil dan menengah di sektor agribisnis. Asalkan, itu diikuti pola pemasaran dan pengelolaan pendapatan secara teratur dan terukur. Dengan begitulah, kata dia, penerapan konsep pertanian presisi akan maksimal.
Terkait itu, Tommy Adi Prayogo mengungkapkan, pemasaran hasil pertanian kelompok tani dari Desa Le-Le sedang digenjot agar dapat diterima di pasaran umum Bahodopi. Hambatan mekanisme penjualan melalui pasar tradisional akan berusaha diatasi. Selain itu, pihaknya juga tengah mengusahakan fasilitas akses suplai hasil pertanian kelompok tani binaan tersebut ke bagian catering IMIP secara periodik.
Tommy memaklumi, pengembangan manajemen usaha pertanian juga perlu ditingkatkan demi memperlancar proses pemasaran. Ke depan, pihak CSR IMIP akan mendorong kemudahan pemasaran dengan dukungan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Di sisi lain, fungsi manajemen bisnis dibutuhkan untuk memperkuat konsistensi warga menggeluti usaha pertanian berkelanjutan. Sebab keberadaan lahan pertanian warga di Bahodopi kerap menghadapi tantangan dari perusahaan terdekat di lingkar tambang Morowali.
“Kalau mau program kita ini berhasil, maka kesadaran konsisten bertani itu yang harus kita ciptakan. Maka edukasi harus kita lakukan,” tandasnya.