Harga batu bara pada pekan ini terpantau merana. Hal in terjadi di tengah prospek pemangkasan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang semakin terlihat setelah Simposium Jackson Hole.
Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak September sepanjang pekan ini ambles 2,59% secara point-to-point. Sedangkan pada perdagangan Jumat lalu, harga batu bara dunia terpantau melemah 0,82% ke posisi US$ 144,8 per ton.
Kekhawatiran trader akan terhentinya aliran transit gas Rusia melalui Ukraina, menyusul penyitaan titik koneksi transit gas Sudzha di Rusia barat daya bulan ini telah mereda, dengan meningkatnya persediaan penyimpanan dan ramalan cuaca hangat yang memperparah sentimen bearish.
Namun masih ada beberapa risiko pasokan yang terkait dengan aliran pipa, terutama dengan pemeliharaan terencana yang akan ditingkatkan pada bulan depan di eksportir utama Norwegia.
Sementara itu sejumlah konglomerat di Indonesia masuk dalam daftar orang terkaya karena bisnis batu bara. Berikut raja tambang RI yang dirangkum oleh CNBC Indonesia
Low Tuck Kwong
Dato’ Low Tuck merupakan seorang pengusaha Indonesia sekaligus pemilik PT Bayan Resources Tbk (BYAN), salah satu perusahaan yang bergerak di sektor tambang batu bara. BYAN merupakan emiten batu bara dengan kapitalisasi terbesar di bursa domestik. Tercatat kapitalisasi pasarnya saat ini mencapai Rp 565 triliun.
Adapun harta kekayaan Low Tuck Kwong terpantau menurun. Mengutip Forbes Real Time Billionaires, Senin (26/8/2024), harta Low sebesar US$ 24,1 miliar atau Rp 370,06 triliun, membuat posisinya melorot ke nomor 4 orang terkaya di Indonesia.
Keluarga Widjaja
Keluarga yang dikepalai oleh mendiang Eka Tjipta Widjaja itu menguasai Sinar Mas Group, salah satu konglomerat masa Orde Baru. Grup Sinar Mas memiliki PT Dian Swastika Sentosa Tbk (DSSA) yang bergerak di bidang energi dan infrastruktur.
Anak perusahaan DSSA, PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS) dan Golden Energy and Resources Ltd. (GEAR) menjadi penyumbang batu bara. GEAR tidak hanya memiliki tambang di Indonesia, tetapi juga mengakuisisi aset tambang di Australia, yaitu Stanmore Coal. Putra dari Eka, Franky Oesman Widjaja menjadi Komisaris Utama DSSA.
Adapun kekayaan keluarga Widjaja berdasarkan Forbes 2023 mencapai US$ 10,8 miliar atau setara dengan Rp 168,3 triliun.
Garibaldi Thohir
Kakak Menteri BUMN Erick Thohir ini bersama TP Rachmat dan Edwin Soeryadjaya mendirikan emiten raksasa PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), yang ketika pertama kali melantai di bursa tahun 2008 silam berhasil memperoleh dana IPO terbesar sepanjang sejarah yang baru-baru ini rekornya dipecahkan oleh Bukalapak.
Lokasi penambangan Adaro tersebar di Pulau Sumatra dan Kalimantan, selain itu terdapat juga situs penambangan berlokasi di Australia yang baru diakuisisi tahun 2018 lalu. Beberapa perusahaan pertambangan di bawah Adaro Group antara lain PT Mustika Indah Permai (MIP), PT Bukit Enim Energi (BEE), Adaro Metcoal Companies (AMC), PT Bhakti Energi Persada (BEP) dan banyak lagi.
Akhir 2023, Forbes menempatkan pria yang akrab disapa Boy ini pada urutan ke-17 pada daftar Indonesia’s 50 Richest dengan nilai kekayaan sebesar US$ 3,3 miliar atau Rp 51,29 triliun dan menjadikannya sebagai orang terkaya ke-17.
Kiki Barki
Kiki Barki merupakan pendiri emiten pertambangan batubara, PT Harum Energi Tbk (HRUM) pada tahun 1995 dan perusahaannya listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) di tahun 2010. Kiki Barki menguasai 79,79% saham PT Harum Energy Tbk (HRUM), yang berdiri sejak 1995.
Selain Harum Energy, Kiki juga memiliki tambang batubara milik swasta, Tanito Harum. Saat ini, putra sulungnya, Lawrence Barki, menjalankan Harum sebagai presiden komisaris sementara putra bungsunya, Steven Scott Barki, menjadi komisaris.
Mengutip Forbes Real Time Billionaires, Senin (26/8/2024), total kekayaannya mencapat US$ 1,5 miliar atau Rp 23,03 triliun.
Edwin Soeryadjaya
Tjia Han Pun alias Edwin Soeryadjaya terlahir pada 17 Juli 1949 setelah kedua orangtuanya kembali dari Negeri Belanda. Ketika kelahirannya, perang Indonesia-Belanda perlahan mereda. Ketika itu, ayahnya William Soeryadjaya masih merintis bisnisnya, membangun Astra.
Sekitar 1997-1998 Edwin bersama Sandiaga Uno mendirikan perusahaan keuangan Saratoga Investama Sedaya. Dimana dia menjadi pemimpin tertinggi perusahaan itu setelah Indonesia dilanda krisis moneter. Saratoga termasuk perusahaan keuangan yang kemudian berkembang.
Setelah tahun 2000 pertambangan batu bara menggeliat di Indonesia. Edwin Soeryadjaya pun belakangan masuk ke dalam bisnis ini. Seperti sepupunya yang pernah aktif di Astra juga, Theodore Permadi Rachmat alias Teddy Rachmat yang terlibat dalam pendirian perusahaan batubara Pama Persada.
Mengutip Forbes Real Time Billionaires, Senin (26/8/2024), Edwin memiliki harta kekayaan US$ 1,2 miliar atau setara Rp 18,43 triliun.