Donald Trump memenangkan kontes pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS), dan berhasil mengalahkan Kamala Harris dari Partai Demokrat Rabu (6/11/2024). Sesaat setelah pidato kemenangan Trump, pasar modal dan keuangan dunia pun bereaksi tak terkecuali di Indonesia.
Pada pembukaan perdagangan pagi ini, Kamis (6/11/2024) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat langsung longsor 1% ke posisi 7.309,95. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pagi tadi menguat tipis ke level Rp 15.790 per US$.
Sementara DXY pada pukul 08:54 WIB naik 0,1% di angka 105,19. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan posisi kemarin yang berada di angka 105,08. Pergerakan indeks dolar tersebut diprediksi bakal membuat rupiah tertekan pada perdagangan hari ini.
Hal yang sama terjadi ketika Trump menjadi Presiden AS pada periode pertama. Ketika itu, IHSG ditutup negatif pada perdagangan, Rabu (9/11/2016), terkoreksi ke level 5.414 atau turun 56,36 poin (1,03%). Sementara, di pasar valuta asing, nilai tukar rupiah ditutup melemah ke Rp 13.127 per dolar AS atau naik 43 poin (0,33%).
Tertekannya pergerakan IHSG dan rupiah dilihat Bank Indonesia (BI). sebagai potensi ekonomi yang bisa terjadi ketika Trump kembali menjadi Presiden AS. Penguatan mata uang dolar AS yang akan terus terjadi ke depan, seiring dengan kembali munculnya tren penguatan suku bunga acuan bank sentral AS, Fed Fund Rate.
“Mata uang dolar akan kuat, suku bunga AS akan tetap tinggi, dan tentu saja perang dagang juga masih berlanjut,” ungkap Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia.
Ia mengatakan, berbagai permasalahan itu tentu akan memberikan dampak langsung terhadap perekonomian negara-negara ekonomi berkembang, seperti Indonesia. Menurutnya, nilai tukar rupiah berpotensi melemah ke depan, dan aliran modal asing akan semakin sempit.
“Dinamika ini yang akan berdampak ke seluruh negara khususnya emerging market, termasuk Indonesia, yaitu satu, tekanan-tekanan terhadap nilai tukar, kedua, arus modal, dan ketiga, bagaimana ini berpengaruh kepada dinamika ketidakpastian di pasar keuangan,” tuturnya.
Sementara dari sisi Indeks Harga Konsumen (IHK), ekonomi AS tampak akan cenderung stabil bersamaan dengan oil production yang akan menambah suplai dan berujung dengan harga minyak yang berpotensi menurun, serta probabilitas terjadinya inflasi akibat perang dagang AS-China jilid 2 yang berpotensi terjadi dan membuat harga barang menjadi mahal.