PGE Kenalkan Paradigma Baru Pengembangan Energi Panas Bumi

Pertamina Geothermal Energy

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menawarkan paradigma baru untuk mempercepat pengembangan panas bumi sebagai tulang punggung transisi energi nasional. Dalam hal ini PGE menekankan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut B. Pandjaitan menegaskan bahwa percepatan transisi energi memerlukan upaya kolektif yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, industri, hingga investor. Menurutnya, masa depan transisi energi Indonesia bergantung pada komitmen kolaboratif dari semua pemangku kepentingan.

Sejalan dengan visi tersebut, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, menambahkan bahwa panas bumi merupakan solusi bagi Indonesia dalam perjalanan menuju energi bersih. Karakteristik panas bumi yang mampu menjadi sumber energi baseload merupakan alasan bagi Indonesia mengoptimalkan potensi ini melalui kolaborasi yang antar seluruh pemangku kepentingan.

Direktur Utama PGE Julfi Hadi menyampaikan bahwa paradigma baru dalam pengembangan energi panas bumi dibutuhkan. Terutama untuk membuat investasi di sektor energi terbarukan lebih menarik dengan tingkat tarif yang ada.

“Selama ini tidak ada cara baru dalam pengembangan panas bumi. Padahal kita perlu mempercepat pengembangan panas bumi dalam 6-8 tahun ke depan untuk mencapai target kapasitas panas bumi nasional sebesar 7 GW pada 2033. Kita memerlukan terobosan untuk bisa menurunkan biaya pengembangan panas bumi dan mengubah paradigma melalui model bisnis yang baru,” kata Julfi dikutip Senin (9/9/2024).

Dia menambahkan perubahan paradigma menjadi penting karena dengan tarif listrik panas bumi saat ini, perlu ada pendekatan lebih optimal untuk meningkatkan profitabilitas pengembang (independent power producers/IPP). Adapun paradigma baru yang ditawarkan PGE mengedepankan tiga strategi utama.

Pertama, strategi pembaharuan model bisnis melalui pengembangan bertahap di wilayah kerja panas bumi untuk meningkatkan peluang keberhasilan dan optimalisasi biaya. Mengingat pengembangan langsung dalam skala besar biasanya sering menimbulkan pembengkakan biaya.

Kedua, strategi menurunkan biaya ongkos pengembangan per unit (USD per MW) melalui penggunaan teknologi baru. Selain itu menaikkan volume operasi melalui kolaborasi antar-pengembang panas bumi untuk membangun pasar dan konsolidasi permintaan.

Ketiga, strategi diversifikasi melalui pengembangan bisnis terkait dan manufaktur lokal. Menurut Julfi, pengembang panas bumi memerlukan ekspansi bisnis non-kelistrikan (off-grid) seperti hidrogen hijau dan amonia hijau dan mempromosikan pengembangan teknologi dan manufaktur lokal untuk komponen utama pembangkit listrik panas bumi di dalam negeri.

Selain itu, penting untuk mempertimbangkan insentif lainnya, seperti akses ke pinjaman lunak (concessional loan) dan penjualan kredit karbon internasional. Hal ini juga memerlukan dukungan pemerintah untuk memberikan insentif tambahan, terutama dukungan untuk peningkatan kandungan lokal dan infrastruktur.

“Pengembang panas bumi perlu meninggalkan paradigma dan model bisnis lama yang masih memakai pendekatan business as usual dan membatasi kolaborasi yang menyebabkan tingkat pengembalian (internal rate of return) marginal. Kita perlu berkembang dan berkolaborasi bersama untuk menjadikan panas bumi bisa memainkan peran dalam transisi energi nasional,” terang Julfi.

Dengan sumber daya yang dimiliki, lanjut dia, PGE optimistis dapat menjadi motor penggerak dan pemimpin percepatan pengembangan panas bumi nasional.

Diketahui, PGE saat ini mengelola 15 wilayah kerja panas bumi (WKP) dengan kapasitas terpasang 672 MW yang akan dinaikkan menjadi 1 GW dalam dua sampai tiga tahun ke depan. Total potensi cadangan panas bumi milik PGE sebesar 3 GW dan siap dikembangkan dari 10 WKP yang dikelola sendiri.

“PGE sudah walking the talk dalam mewujudkan paradigma baru. Sudah banyak hal yang kita lakukan seperti berkolaborasi dalam eksplorasi sumber daya, mendorong pengembangan teknologi baru di Indonesia, dan mengembangkan manufaktur lokal. PGE juga menginisiasi proyek percontohan hidrogen hijau di Ulubelu,” pungkas Julfi.

kas138

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*