Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengakui bahwa kebijakan hilirisasi yang digencarkan pemerintah saat ini belum sepenuhnya menciptakan keadilan. Khususnya bagi pemerintah daerah maupun masyarakat daerah.
Hal tersebut terungkap ketika Bahlil melakukan sidang terbuka promosi doktor kajian stratejik dan global Universitas Indonesia di Kampus UI, Depok pada, Rabu (16/10/2024).
Di dalam sidang tersebut, Bahlil mempresentasikan disertasi yang berjudul Kebijakan, Kelembagaan, Tata Kelola, Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.
Menurut dia, program hilirisasi yang digencarkan pemerintahan saat ini sejatinya telah memberikan dampak positif. Namun demikian, ia mengakui masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki.
“Hilirisasi memberikan dampak positif, namun sebagai orang daerah, masih ada yang harus diperbaiki,” kata dia saat mempresentasikan disertasinya dikutip, Kamis (17/10/2024).
Setidaknya terdapat beberapa isu yang menjadi sorotan dalam disertasinya. Misalnya mulai dari Dana Bagi Hasil (DBH), kesehatan masyarakat sekitar, hingga nilai tambah hilirisasi yang lebih banyak dinikmati asing.
Oleh sebab itu, ia menyarankan beberapa langkah strategis untuk mengatasi masalah hilirisasi di Indonesia. Seperti reformulasi alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) agar lebih menguntungkan bagi pemerintah daerah. Lalu, pembiayaan untuk pengusaha nasional.
Kemudian, diversifikasi pasca-tambang untuk memastikan keberlanjutan setelah sumber daya alam dieksploitasi. Berikutnya yakni koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk menghindari ego sektoral.
“Di Korea, Jepang, China itu ditempelkan dengan kementerian-kementerian yang bisa eksekusi izin kalau enggak nanti kata orang Papua tulis lain, baca lain, bikin lain karena terjadi ego sektoral. Harus ada tata kelola berorientasi hasil terukur,” ujarnya.