Babak baru perang dagang antara Eropa dan China kembali menyala. Ini setelah Selasa, Komisi Eropa mengeluarkan draf terbaru soal bea masuk ke mobil listrik (electronic vehicle/EV) buatan China.
Hal ini merupakan kelanjutan aturan yang sebelumnya sudah diterapkan sementara di Juni, sekitar 17% hingga 37,6%, di atas bea masuk saat ini sebesar 10%. Rencananya draf itu akan disetujui Oktober nanti.
Dalam pernyataan terbaru Komisi Eropa mengatakan pihaknya akan mengenakan bea masuk impor selama lima tahun hingga 36% pada mobil listrik China. Kecuali Beijing dapat menawarkan solusi alternatif untuk mengakhiri pertikaian mengenai subsidi negara, yang diklaim Eropa membuat EV China lebih murah.
Namun, Tesla yang diproduksi di China, hanya akan menghadapi tarif impor UE tambahan sebesar 9%. Tarif yang diterapkan ke produsen mobil listrik AS itu jauh lebih rendah setelah eksekutif Uni Eropa (UE) menyimpulkan bahwa Tesla diuntungkan hanya sedikit oleh subsidi China daripada produsen lain di dalam negeri Tirai Bambu.
“Kami terbuka dengan China untuk mengajukan proposal yang akan menyelesaikan masalah dengan cara yang sama seperti bea masuk,” kata seorang pejabat komisi kepada wartawan dikutip dari AFP, Rabu (21/8/2024).
Hal ini sontak membuat marah pemerintah Presiden Xi Jinping. China dengan tegas “menentang keras” tarif tersebut seraya meneriakkan desakan agar Brussels bekerja sama dengan Beijing secara rasional dan pragmatis untuk menghindari “eskalasi perdagangan”.
“China dengan tegas menentang dan sangat khawatir tentang hal ini,” kata Kementerian Perdagangan China.
“Kami berharap pihak Eropa akan bekerja sama dengan pihak China secara rasional dan pragmatis … dan mengambil tindakan praktis untuk menghindari eskalasi ketegangan perdagangan,” ujarnya memperingatkan.
Kelompok yang mewakili perusahaan China di Eropa, Kamar Dagang Tiongkok untuk UE (CCCEU), juga meneriakkan rencana Komisi Eropa tersebut tidak adil. Sikap UE, tegasnya, justru akan memperburuk ketegangan perdagangan.
“Menyatakan ketidakpuasan yang kuat dan penentangan tegas terhadap pendekatan proteksionis UE,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
“Penggunaan alat perdagangan yang tidak adil oleh UE untuk menghalangi perdagangan bebas kendaraan listrik, bersama dengan pendekatan proteksionis ini, pada akhirnya akan melemahkan ketahanan industri kendaraan listrik Eropa,” jelasnya lagi.
“Ini akan memperburuk ketegangan perdagangan antara China dan UE, mengirimkan sinyal yang sangat negatif terhadap kerja sama global dan pembangunan hijau.”
Perlu diketahui UE menerapkan kebijakan tarif setelah melakukan penyelidikan yang berujung pada klaim subsidi pada mobil listrik China. Beijing sendiri sudah melayangkan banding terhadap tindakan tersebut ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Perlu diketahui dalam aturan sementara Juni, mobil listrik China BYD mendapat kenaikan tarif 17% sementara Geely 19,3%. Mobil listrik China lain, SAIC dikenakan tarif 37,6%.
Belum diketahui jelas bagaimana nasib sejumlah perusahaan mobil Eropa seperti Volkswagen dan BMW dari Jerman yang terlibat usaha patungan yang mengekspor kendaraan listrik China. Sebelumnya mereka sempat mengutarakan kekhawatiran akan kebijakan baru UE tersebut.
Menurut Atlantic Council, penjualan kendaraan listrik China di luar negeri naik 70% pada tahun 2023, mencapai US$34,1 miliar (sekitar Rp 526 triliun). Hampir 40% ditujukan ke UE, penerima kendaraan listrik China terbesar.